Suamiku,
Aku ingin menuliskan sesuatu tentangmu, tentang bagaimana perasaan syukurku mendapatkan seorang pemimpin sepertimu yang insya Alloh akan aku dan anak-anak kita masuki syurga lewat pintu yang kau letakkan pada telapak kakiku.
H-1 suamiku kala itu tanggal 18 Maret 2011
Aku mencoba untuk tetap tenang walau hatiku bergemuruh. Setidaknya tidak kutampakkan di depan keluarga besarku yang sudah mulai ramai datang ke rumah. Entahlah, ada perasaan takut. Semua takdir yang telah kulalui tak dapat terprediksikan olehku, termasuk pertemuan kita dan kehadiranmu di ruang tamu untuk melamarku lewat Papap kala itu. Dan H-1 adalah hari dimana aku begitu pasrah. Biarlah Alloh yang mengaturnya. Tiada daya lagi, rasanya. Jika kau jodohku, maka hari esok akan sampai pada masanya. Namun jika tidak? (aku tak pernah mau menjawab pertanyaan yang muncul seperti ini). Aku hanya terus berdoa, agar Alloh menyampaikan Ijab dan kabul kita besok: 19 Maret 2011.
19 Maret 2011, Suamiku,
Hatiku mulai tenang. Ayat-ayat Qur’an yang terus kubaca banyak memberiku ketenangan. Semoga kau mendapatkan ketenangan itu pula. Karena aku khawatir ketika pagi kutelepon, kau tampak bingung dan banyak diam. Oh, mungkin harusnya tak kuhubungi dirimu segenting apapun pertanyaan yang harus kau jawab, apalagi aku hanya disuruh untuk menanyakan terkait baju yang harus kau bawa saja. Tidak, tidak, ternyata menghubungimu saat itu membuatku semakin gamang. Dan kau pun seperti itu kedengarannya.
Pukul 13.00 aku berangkat ke gedung untuk dipercantik secara fisik (Ya Rabb, apakah hatiku sudah cukup cantik untuk dinikmati oleh suamiku nanti? Astaghfirullah). Husnudzon, Ang. Insya Alloh dimudahkan Alloh untuk terus belajar, asal niatnya benar. Kubaca lagi surat cintaMu, agar hatiku kembali tenang.
16.00, aku sudah siap! Mana ijab kabulnya! Pikiranku mulai sibuk mencari logika. Kenapa belum di mulai? Apakah dia ada kendala di jalan? Mulai tak logis, mulai berpikir sembrono tak bertanggung jawab. Aku seakan lupa bahwa aku yakin padanya. Tapi belum dimulai juga akadnya. Ah aku saja yang lebay!
16.50 “Saya nikahkan dan saya kawinkan putri saya, Dwi Asri Anggianasari, dengan mas kawin perhiasan emas 10gram di bayar tunai”, “saya terima nikah dan kawinnya Dwi Asri Anggianasari binti Syarif Hidayat dengan mas kawin tersebut di bayar tunai”
Alhamdulillah.. sah..
Aku lega.
Menangis lega.
Kau mungkin tak pernah tahu –karena aku tidak bisa menggambarkan- bagaimana bahagianya hati ini saat ijab terbalaskan oleh kabul yang kau ucapkan dengan lancar. Lalu bagaimana bahagianya hatiku saat kau tatap mataku beberapa kali ketika walimahan tempo itu dengan penuh kehangatan (setidaknya itu yang kurasakan). Kau pun genggam jemariku lembut. Suamiku, ternyata kau romantis.
Dan lengkaplah kebahagiaanku ketika di malam kali pertamanya kita menjadi sepasang suami dan istri, kau bisikan padaku: “kita sholat isya, lalu shalat sunnah, dan setelah itu Aa’ akan jelaskan tentang surat An-Nahl: 1-8 yah”. Ya, aku hampir lupa bahwa aku pernah memintamu menjelaskan tafsir surat An-Nahl: 1-19, tapi kau tetap ingat. Walau kau masih hutang beberapa ayat lagi, tapi tak apa.. Aku sudah sangat senang kau penuhi janjimu. Dan aku menjadi paham tentang ayat-ayat itu.
Suamiku,
Ada hakmu atas diriku
Ada hakku atas dirimu
Dan mimpi kita menjadi satu
Aku bahagia kau mampu menunjukkan apa yang kuharapkan:
Menjadi istri dari suami yang shaleh..
Dan aku suka kau memanggilku dengan “shalihah”..
Menjaid doa..
Amiin ya Rabb..
.
Alhamdulillaah
Alhamdulillaah
Alhamdulillaah
Rumah Mardani, 22 Maret 2011
Aa,semoga kau suka nasi goreng yang insya Alloh akan kubuatkan sebagai bekalmu besok! :D
3 komentar:
manis sekali :) semoga berkah sodara2 :)
so sweett >.< moga menjadi keluarga yang sakinah mawadda wa rohmah ^_^
aamiin.. jazakillah ukhti Mulki dan Fiqa.. salam kenal dr kami ya :)
Post a Comment