Suatu hari, sambil menyabuni piring-piring kotor, aku bertanya padamu yang sedang sibuk membantu membasuh piring-piring yang sudah kusabuni, “Sepertinya di hidup kita ada yang kurang yah, A?”. Kau malah bertanya balik, “apa?”. Sambil mengangkat bahu, aku katakan, “entahlah, tapi seperti ada yang kurang”. Lalu hening sejenak sampai akhirnya kau bertanya lagi dengan tatapan yang tak bisa kujelaskan, “Neng kurang bahagia hidup sama Aa?”. Aku terkejut dengan pertanyaan itu. Masya Alloh! Kenapa jadi kesana?! “Bukan, A!” Jawabku cepat. “Neng bahagia!” tegasku sekali lagi. Lalu hening lagi. Aku sedang berusaha mencari kata-kata yang pas untuk menggambarkan maksudku tadi. Tapi pencarianku berhenti sampai kau katakan sesuatu yang membuatku malu.
“Kurang bersyukur, mungkin”, katamu.
***
Suamiku, belajar menjadi istri ternyata tidak semudah yang aku pikirkan sebelum menikah. Pun tidak sesulit seperti yang kubaca di buku-buku pernikahan. Ada suka, ada duka. Ada mudah, ada sulit. Namun, semua terbalut menjadi kata “indah”.
Indah? YA, INDAH! Walaupun ada masa-masa sulit seperti ketika hari-hari terakhir menuju gajianmu berikutnya (kayaknya semua keluarga begini yak hee), atau seperti ketika kita menemui bahwa ternyata waktu kita tidak cocok dalam suatu hari, atau seperti ketika aku lalai dan kau marah, atau kau lalai, lalu aku kecewa, atau ketika kita tidak sama pandangan terhadap suatu hal, biarlah, semua itu tetaplah indah. Aku manusia, pun kau. Aku pernah lalai, pun kau. Tapi semua itu tidak masalah karena aku tahu kita takkan berlarut-larut dalam suatu kelalaian. Aku lihat kau belajar keras untuk menjadi suami yang baik, pemimpin rumah tangga yang adil, dan calon ayah yang penuh kasih sayang. Pun aku, cinta.
Cinta, sudah 2 bulan 4 hari pernikahan kita, dan aku sangat bahagia. Khususnya ketika kurasakan calon kehidupan di rahimku sejak satu bulan lalu: anak kita. Dan kau sangat sayang padanya. Kau jaga aku kapanpun. Pagi hari saat aku mulai mual, kau selalu ada di sampingku. Mengambilkan aku minum, membantuku meminum herbal, mengecup keningku, lalu membisikan “sabar” di telingaku dengan lembut. Lalu siang hari, ketika kau kerja pun kau tak mengeluh jika kuganggu: sms, telepon, chat tetap kau gubris. Dan malam hari, ketika kau baru saja pulang kerumah, baru saja merebahkan tubuhmu di atas kasur, baru saja menenangkan semua pikiran-pikiran kerjamu, kau sudah sigap untuk menemaniku. Aku senang sekali kau tak malas mendengarkan cerita-ceritaku walau kadang ceritanya kusadari tak sepenting istirahatmu. Tapi kau selalu tersenyum. Menghiburku dengan nyanyian-nyanyianmu dan gaya-gaya joget ‘aneh’mu. Hee, aku suka walau tidak pada awalnya. Tengah malam? Aku kira kau akan tidur pulas karena rasa lelah sepanjang hari. Ternyata tidak. Kau terjaga. Tidurmu tidak benar-benar pulas karena kau mudah sekali terbangun olehku. Maaf yah, cinta, jika dimalam hari aku suka banyak gerak. Semenjak hamil, aku jadi sulit merasa nyaman ketika tidur, entah karena mual, atau karena pusing. Dan kau? Kau selalu ada, memelukku agar aku merasa nyaman dan hangat.
Cinta, kau kapan istirahatnya yah? Aku jadi merasa bersalah..
Dan ya, kamu benar. Mungkin aku kurang bersyukur, khususnya atas kenikmatan menjadi istrimu, pendampingmu, orang yang kau cintai tulus..
***
Ya Rabb, berkahilah suamiku. Jagalah ia dari pintu-pintu dosa, jagalah pengelihatannya, jagalah lisannya, jagalah pikirannya, jagalah hatinya. Berkahilah ia, Rabb, dan ridhoilah usaha-usahanya. Halalkanlah rejekinya. Sehatkanlah fisiknya. Tunjukilah ia petunjuk-petunjuk yang benar.
Rabb, maafkan aku jika masih belum sempurna bersyukur atas nikmat-nikmat dari-Mu..
Jakarta, 23 Mei 2011
0 komentar:
Post a Comment